Miris, Kain Tenun Ikat Tradisional seharga 1 jutaan Dijajakan di lantai beralas tikar di Pasar Maumere Flores

- Kamis, 25 Mei 2023 | 05:10 WIB
Penjual kain tenun ikat tradisional di pasar Maumere.* (Stefanus Sikone/insiden24.com)
Penjual kain tenun ikat tradisional di pasar Maumere.* (Stefanus Sikone/insiden24.com)

INSIDEN24.COM - Kisah miris ini dari kota Maumere, Kabupaten Sikka Flores Nusa Tenggara Timur. Pelaku usaha menjual kain tenun ikat tradisional, di atas lantai hanya beralas tikar.

Kain tenun ikat tradisional yang berharga jutaan tersebut lainnya, nampak disampirkan di atas bilah bambu yang dipasang melintang antara tiang penyangga gedung.

Ditemui insiden24.com, Suranti, sosok perempuan yang menjadi pedagang sejak tahun 1995 ini, mengisahkan bahwa kain tenun ikat tradisional yang dijualnya dibeli di pasar Nita, Pasar Geliting dan pasar-pasar tradisional lainnya di daerah Maumere,

Sistem yang dilakukannya ini akhirnya berkembang. Suranti mulai mengembangkan sayapnya dengan bekerjasama dengan para penenun.

Dana modal usahanya berasal dari kredit usaha rakyat (KUR) yang diperolehnya dari bank, untuk membeli benang dan memberikan benang tersebut kepada para penenun, memberdayakan para penenun yang adalah masyarakat setempat.

Kemudian hasil tenunan tersebut dibeli Suranti untuk dijual kepada konsumen. Adapun beberapa kendala dalam usahanya adalah terkadang para penenun tidak mau menjual hasil tenunan pada Suranti selaku pemberi modal usaha.

Perempuan berparas manis ini, memiliki 3 los tempat usaha yang sama, dan memiliki 2 orang karyawan yang membantunya dalam mengelola usaha. Karyawan tersebut merupakan keponakan dan iparnya.

Suranti mengungkapkan bahwa, dia tidak mendapatkan fasilitas yang menunjang usaha dari Disperindag Kabupaten Sikka.

Ketika beberapa waktu silam, Suranti beserta temannya mengikuti fashion week di karta, mereka berangkat mengikuti pameran dengan biaya sendiri tanpa suntikan dana dari dinas terkait.

Dalam even tersebut Suranti dan temannya harus membiayai stand pameran tersebut dengan merogoh kocek mereka secara patungan.

Bermodal nekad mereka pergi ke Jakarta untuk mengikuti pameran tersebut atas nama dari dinas terkait.

Dalam even tersebut Suranti dan temannya harus membiayai stand pameran tersebut dengan merogoh kocek mereka secara patungan.

Bermodal nekad mereka pergi ke Jakarta untuk mengikuti pameran tersebut atas nama kabupaten Sikka, walau sebenarnya modal pameran berasal dari dana pribadi.

Sumarti yang dua orang putra ini berasal dari Watu Ria, desa Sikka Kabupaten Sikka

Halaman:

Editor: Purpur Purnama

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X